Langsung ke konten utama

SEBUAH PERTEMUAN



Sore itu, seorang gadis di hadapanku. Aku ingat betul saat itu bulan agustus sedang hujan  yang kadang turun dan kadang tidak sama sekali, entah hari apa aku tidak ingat. Dia memakai blazer warna coklat muda, kacamata agak besar dan bagaimana aku tertarik pada sesuatu yang dimilikinya. Dia berbicara sangat cepat seperti kereta express, sampai aku tidak bisa mengikuti arah bicaranya. Seberapa keras diriku mencari sesuatu itu tak bisa kutemukan. Aneh, semacam de javu aku merasa pernah menjumpainya. Tapi di mana, aku tidak tahu. Mungkin hanya perasaanku saja. Kemudian, karena tak ada lagi bahan perbincangan, dia pergi. Sungguh, aku sangat menyesal betul tidak bisa menahannya untuk lebih lama lagi. Ah, begitulah perjumpaan singkat itu.
Mengingat hal itu, aku tidak menyangka sama sekali saat ini aku sedang berada di rumahnya. Dia tidur layaknya bayi, tidak bersuara. Malam ini sangat dingin, aku ditemani dua ekor hamster piaraannya yang berisik tengah bermain di kandang. Dan sekarang bulan Mei, itu artinya sembilan bulan yang lalu sejak pertemuan singkat itu. Ah, mengapa aku begini gelisah. Aku bertanya-bertanya pada diriku, untuk apa aku di sini. Di rumah ini hanya ada aku dan dia. Hampir berjam-jam kami berbicara. Tidak! Dia tak pernah betul-betul berbicara padaku. Dia pribadi yang aneh, menurutku dia hanya berbicara pada dirinya sendiri.
Aku datang ke sini hanya menemaninya saat kudengar dia sedang sakit. Entah kenapa tiba-tiba aku pergi, seakan ada bagian dari diriku ingin dekat dengannya dan ada sebagian lagi ingin menjauh. Aku jadi teringat karya Shakespeare. Kata Romeo kepada Juliet, “Lady, by yonder blessed moon I swear!” dan Juliet menjawab, jangan bersumpah demi apapun. Adegan itu berputar-putar di kepalaku, kemudian bayangan wajah bayi yang sedang tidur di kamarnya. Apa yang sedang dipikirkannya, adakah dia hanya pergi tidur begitu saja sedang aku menuliskan semua ini. Aneh, apa dia sempat memikirkanku? Oh, seorang penyair hanya tahu penolakan, penderitaan. Eh, hidup ndadalah penderitaan, kata Budha. Dan manusia tak akan bisa lari daripadanya. Sial, tubuhku makin merasakan dinginnya angin malam ini.
“Kau takkan mengerti bagaimana kesepianku...” Kata Rendra. Iya, aku merasa ingin berlari ke penghujung dunia. Dengan sebagian diriku yang menginginkannya dan sebagian lagi ingin menjauh dari dirinya, kubiarkan mereka bertengkar dalam dadaku. Saling memperolok satu sama lain, hei apa sih yang kau pikirkan. Tidakkah kau merasa lelah? Tidak! Aku begitu bahagia berada di dekatnya. Oh! Kau begitu naif. Dan kubiarkan mereka berdebat argumen sesuka hati.
Aku ingin memandanginya saat dia tertidur, dia yang berhenti dari aktivitas dan omong kosong. Dunia yang tak mengajarkan apa-apa, hanya membuat diri kita merasa tahu segalanya. Dia, jiwanya yang berkelana mengarungi mimpi-mimpi indah dan buruk. Rasanya ingin aku menguntitnya ke dalam mimpi itu, akan kupeluk dirinya dalam dekapku jika itu adalah mimpi buruk. Dan jika dia berada di mimpi indah akan kumainkan lagu kesukaannya dengan sepenuh hati. Oh, bukankah ini terlalu muluk. Tidak! Mimpi boleh saja seperti yang kita ingini, tetapi kenyataannya aku hanya berada di depan kamarnya. Dan dia tertidur dengan nyenyaknya, tak satupun dapat mengganggu ketenangan itu.
Kami hampir sering bertemu dan pergi ke luar. Kami banyak sekali memperbincangkan sesuatu, menikmati malam yang begitu panjang. Tetapi, sedikitpun tak kuketahui bagaimana perasaannya padaku. Bahagiakah dia bersamaku, ataukah aku hanya sebuah patung yang dingin baginya. Diam! Tak boleh ada bisikan apapun ke telingaku. Aku tak mau dengar! Jika dia meminta aku untuk berhenti menginginkannya, tentu saja aku akan berhenti secara lahir. Dan tidak secara batin. Tidakkah manusia ini tahu diri, bahwa cinta dan pengaguman hanya akan membawa diri semakin jatuh ke jurang yang gelap. Seorang Freud, ahli psikoanalasis mengatakan bahwa rasa benci lebih dulu ada dari rasa cinta. Kukatakan pada mereka yang percaya omong kosong itu akan menjadi bodoh turun-temurun. Tetapi, semenjak kapan aku mulai menyukainya. Entah kini perasaanku jadi lebih besar, segalanya membara dalam dinding dadaku. Kadang-kadang aku merasa tak bisa bernafas karena perasaan ini padanya. Apa itu ungkapan yang teramat berlebihan? Masa bodoh, ini bukan teori yang bisa dicerna dengan logika. Memang betul, lihatlah ke masa lalu bukankah sesuatu yang ada itu bermula dari tiada? Ah, bagaimana aku mengatakannya, rasanya sangat malu jika dikatakan dalam sebuah kalimat begini; aku mencintaimu, aku menginginkanmu.
Angin malam masuk melalui celah-celah sampai sekecil-kecilnya. Kedua hamster itu juga rasanya kedinginan dari tadi bergerak-gerak. Apa seorang gadis dalam kamarnya itu juga merasakan kedinginan? Aku merasakan dingin itu menusuk sampai ke tulang sumsumku. Seandainya ada piano aku ingin memainkannya, mengalir dibawa oleh ritme lagu ke penghujung dunia dan tak seorangpun mampu menjangkau. Akan kubawa dirinya ke sana, dengan imajiku tak akan kulepas genggamku dari tangannya yang lembut. Kita tak mengatakan sepatahpun, tetapi kita saling mengerti. Inikah dirinya, seorang gadis yang tiba-tiba berada di sudut hatiku. Dengan perasaan bahagia saling menyelami air kedamaian, tanpa perdebatan lagi, tanpa pertanyaan lagi. Aku memikirkan dirinya, aku tak akan bersumpah demi apapun untuk mengatakan ini. Aku sungguh ingin memeluk dirinya dengan kehangatan jiwa, dan mencoba memasuki relung hatinya, membaca segala yang kulihat dalam dirinya begitu mudah. Dan betapa senang mengetahui bahwa dirinya juga punya perasaan yang sama. Saat itu cinta maupun rindu tak perlu dikatakan lagi, hanya kami saling bedekatan dan mengerti.
“Doubt thou the stars are fire, doubt that the sun doth move.... Doubt truth to be a liar, but never doubt I love...” Dengan begitu malam ini telah kubunuh sebagian dari diriku yang ingin menjauh darinya. Aku berjalan memutar, kembali ke titik di mana aku mengagumi dirinya. Seorang gadis memakai kacamata dan blazer warna coklat muda, di bulan Agustus.
Tanpa berpamit, aku pergi menikmati embun dini hari. Dia yang tengah tertidur lelap tak akan menyadari aku telah meninggalkan rumahnya. Aku rasa tak lagi peduli dengan hari esok, hanya berada di dekatnya tanpa sepatah kata, tanpa bertanya-tanya lagi, “Untuk apa aku di sini.”

Malang, 22 Mei 2014
0.50
Alif Surya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

NEGARAKU YANG MERDEKA AKU NGGAK

Penat sama tugas individu kimia medisinal, malam ini ketambahan suasana kacau balau. Seharusnya nggak perlu ambil pusing dibawa ke hati. tapi, mereka yang mempermasalahkannya hingga akhirnya membuat pikiranku meledak terguncang seperti gempa. Haruskah kepura-puraanku ini terus menutupi wajah agar terlihat lebih rapi.

ELLIPS VITAMIN HAIR MASK WITH JOJOBA OIL REVIEW

Halo pemirsa yang tidak setia membaca blog tulisan saya, semoga Anda semua sehat dan baik-baik saja sebelum dan sesuah membaca review produk kali ini. Seneng banget akhirnya setelah sekian lama menjamur di dunia nyata, dan vaccum nulis sesuatu di blog yang kusam ini, hari ini bisa bagi/ share pengalaman pemakaian produk sehari-hari yang pasti tidak asing buat kamu ciwi ciwi canteq J Btw, saya bagi cerita sedikit tentang rambut. Mahkota wanita yang sedikit banyak bikin sebel dan jengkel kalo ada masalah.  Kebetulan rambut saya tebal, lebat, hitam dan buanyak sekali, meskipun tiap hari rontok, masih saja lebat. Riwayat rambut saya, sudah pernah smoothing , colouring , Rutin setahun sekali pasti ke salon. Ya, efeknya plus minus, rambut jadi rapi tipis tapi ketombe sering muncul, rontok ya jangan ditanya, hahah.